Senin, 20 Juni 2011

Refleksi Perkuliahan Selama 1 Semester

Ada awal pasti ada akhir, ada perjumpaan pastilah ada perpisahan. Tak terasa sudah satu semester aku bersama pikiran para filusuf. Rasanya baru kemarin aku mengikuti perkuliahan filsafat pendidikan matematika. Rasanya baru kemarin pula aku bertemu dengan ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Kini aku harus meninggalkan elegi tuk melangkah kedepan mengikuti jejak langkahku dalam mengaplikasikan segala materi yang telah aku dapatkan selama perkuliahan. Tak akan kutemui lagi tes jawab singkat yang selalu membuat aku dan teman-teman berdebar karena tak kuasa mendengar berapa skor nilai yang diperoleh. Tak ada lagi canda, tawa, suka, duka bersama teman seperjuangan dan Dr Marsigit diperkuliahan filsafat pendidikan matematika.

Biarlah semua itu menjadi kenangan yang akan selalu aku kenang, disetiap jejak langkahku. Aku masih ingat, setiap hari Kamis jam 15.30 aku belajar filsafat pendidikan matematika. Di malam harinya aku memberi comment di elegi – elegi yang diterbitkan oleh Dr Marsigit selaku dosen filsafatku. Kadang rasa malas mengerumuniku setiap kali aku hendak memberi comment. Tetapi, setelah sedikit mengerti arti belajar keikhlasan yang aku dapatkan melalui beberapa elegi yang ada, akhirnya rasa malas pun berubah menjadi rasa keingintahuan lebih dalam layaknya aku sedang membaca sebuah novel yang ingin selalu membaca hingga akhir karena penasaran dengan cerita selanjutnya.

Banyak sekali manfaat yang aku dapatkan selama perkuliahan filsafat pendidikan matematika selama kurang lebih 1 semester. Yang saya suka dari perkuliahan filsafat pendidikan matematika ini adalah metode pembelajaran yang digunakan yang menurut saya sangat unik dan lain dari pada yang lain. Pembelajaran tidak hanya tatap muka saja, tetapi melibatkan teknologi melalui sebuah blog dengan memberi comment disetiap elegi yang diterbitkan dengan tujuan agar aku dan teman-teman mampu membangun sendiri filsafatku.

Keunikan lain dari perkuliahan filsafat pendidikan matematika ini adalah adanya tes jawab singkat yang diberikan disetiap awal perkuliahan dengan soal yang tak terduga dan hasil yang tak pernah tuntas. Itulah yang membuat perkuliahan filsafat pendidikan matematika semakin berkesan dan tak terlupakan.

Harapannya aku bisa lebih ikhlas dan sungguh-sungguh dalam setiap langkah perjalananku agar aku mampu terhindar dari jebakan filsafat. Dan aku mampu mengamalkan segala hal yang telah aku peroleh di sini tuk aku kembangkan di luar sana. Semoga kita selalu memeroleh kecerdasan hati dan pikiran. Amien.

Sebagai yang terakhir, aku mohon maaf atas segala arogansiku dalam berfilsafat dan mohon maaf pula atas segala kesalahan selama perkuliahan. 

Sukses selalu untuk kita semua!!!!!!!!

Sabtu, 11 Juni 2011

Terima kasih “ Dr Marsigit, My philosophy lecturer”

Empat bulan yang lalu engkau telah mempertemukan aku dengan sebuah mata kuliah yang diberi nama “Filsafat Pendidikan Matematika”.  Di sini  engkau banyak memberi gambaran besar kepada ku seputar dunia filsafat. Aku berangkat dari posisi “nol” untuk mengikuti mata kuliah ini. Pikiranku masih polos, belum terpoles sedikit pun tentang filsafat. Rasa malas tuk mengikuti perkuliahan pun kadang aku rasakan. Dalam hati ini, kadang aku berfikir, untuk apa aku belajar filsafat? Apa ada relevansinya dengan ilmu matematika yang aku pelajari saat ini?

Tetapi, berkat bimbingan tulus mu aku mampu mengubah semua paradigma awal tentang filsafat. Melalui berfikir intensif dan ekstensif aku menyadari bahwasanya filsafat berperan besar dalam hidupku. Jalan pikiran ku pun sedikit lebih menjadi kritis tuk memikirkan hal yang ada dan yang mungkin ada. Kini, aku mengerti 2 + 3 belum tentu akan sama dengan 5, aku mengerti siapa orang paling bodoh, siapakah orang paling seksi, dan aku pun mengerti bagaimana aku mampu bersikap sehingga aku terhindar dari jebakan filsafat.

Setidaknya, sekarang aku jadi tau, siapa yang mengemukakan ilmu adalah asmara, dialah Freud. Kant, yang mengatakan ilmu adalah keputusan. Rusell yang berpendapat bahwa ilmu adalah logika. Aristoteles yang berargument bahwa ilmu adalah pengalaman. Wittgenstain yang berucap ilmu adalah bahasa. Hegel yang bersuara ilmu adalah sejarah. Stuart Mill yang menyampaikan bahwa ilmu adalah manfaat, dan beberapa tokoh filsafat lainnya.

Bangga dan bangga itu kata yang mampu aku ucapkan karena aku telah diberi kesempatan untuk belajar filsafat. Aku mampu mengenal ratusan elegi yang di dalamnya tersirat banyak makna. Aku pun layaknya seorang komentator yang selalu memberi komentar disetiap elegi yang diterbitkan. Aku berkenalan dengan Ontologi, aksiologi, dan epistimologi di sini. Dengan filsafat aku mampu berpendapat semau diriku, karena dalam filsafat tak mengenal benar ataupun salah, semua tergantung bagaimana aku mampu menjelaskannya .

Terimakasih ku ucapkan kepada Dr Marsigit, My philosophy lecturer , karena engkau telah menyumbangkan ilmu filsafatmu kepadaku sehingga saat ini pikiran ku mampu memikirkan sedikit banyak tentang filsafat. Tak ada yang bisa kuperbuat tuk membalas budi baikmu itu, selain mengamalkan ilmu yang tlah engkau berikan. Aku butuh doa darimu, agar kelak aku bisa menularkan ilmu ini kepada orang lain.


Terimakasih terimakasih guruku...
ALLOH yang akan membalas budi baikmu itu
Jasamu tiada tara....................:p

Selasa, 31 Mei 2011

Filsafat Pendidikan Matematika di Sekolah

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. 

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.

Secara implisit, menurut Socrates matematika adalah pertanyaan, menurut Plato matematika adalah ide, meurut Aristoteles matematika adalah pengalaman, menurut Descartes matematika adalah rasional, menurut Kant matematika adalah sintetik apriori, menurut Hegel matematika adalah sejarah, menurut Rusell matematika adalah logika, menurut Wittgenstain matematika adalah bahasa, menurut Lakatos matematika adalah kesalahan, dan menurut Ernest matematika adalah pergaulan. Jadi dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan matematika adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan matematika. 

Filsafat merupakan refleksi kehidupan. Maka sesungguhnya filsafat pendidikan matematika adalah refleksi terhadap pendidikan matematika, meliputi refleksi terhadap semua yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika. Padahal pendidikan matematika itu meliputi guru, murid, buku, meja, kursi, matematika, buku, ruang, alat, kegiatan, dsb..banyak sekali. Padahal guru mempunyai sifat yang banyak sekali. Padahal siswa juga mempunyai sifat yang sangat beragam banyaknya. Padahal buku yang digunakan dalam belajar matematika banyak, lebih dari satu. Jadi akan ada banyak hal yang perlu direfleksikan dalam filsafat pendidikan matematika. Bagaimana kita mampu menjelaskan objek filsafat pendidikan matematika yang meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Itulah tantangan kita.

Menurut apa yang saya baca dalam elegi Bapak Marsigit, pendidikan matematika itu diibaratkan sebagai gerbong kereta api, filsafat diibaratkan sebagai helicopter pengawal gerbong kereta api, dan filsafat pendidikan matematika ibarat penumpang kereta api yang keluar dari gerbong kereta api kemudian keluar naik helicopter untuk memonitori laju perjalanan kereta api. Maka orang yang telah mempelajari filsafat pendidikan matematika jauh akan lebih kritis pemikirannya dan lebih dapat melihat aspek pendidikan matematika. Belajar filsafat pendidikan matematika layaknya seorang anak kecil yang sedang belajar naik sepeda, membutuhkan waktu dan proses berkelanjutan.

Matematika yang dipandang sebagai ilmu pasti, ternyata jika dilihat dari segi filsafat akan bersifat tidak netral. Maksudnya dalam matematika 2 + 3 = 5 itu benar dan terlalu sia-sia untuk mempersoalkannya. Tetapi jika dipandang dari segi filsafat 2 + 3 belum tentu akan sama dengan 5. Mengapa ? Karena filsafat adalah suatu refleksi yang harus dilekatkan dengan ruang dan waktu. Yang kita ketahui 2 + 3 = 5 memang benar adanya. Hal ini benar karena matematika belum dilekatkan dengan ruang & waktu. Jika sudah dilekatkan dengan ruang dan waktu 2 + 3 tidak sama dengan 5. Disitulah filsafat yang mempunyai peran besar, termasuk dalam belajar matematika.

Pembelajaran filsafat pendidikan matematika  di sekolah dirasa sangat perlu adanya guna menumbuhkan pemikiran kritis para siswa. Sebagai contoh, jika siswa tidak diajarkan filsafat pendidikan matematika maka dalam pikiran mereka selalu terpatok 1 + 1 = 2. Tetapi akan berbeda dengan siswa yang mendapat pelajaran filsafat pendidikan matematika di sekolah. Mereka tentu tidak akan setuju jika 1 + 1 = 2. Dalam pemikiran mereka 1 + 1 belum tentu akan sama dengan 2, tergantung bagaimana dimensinya.

Tujuan filsafat pendidikan matematika  di sekolah tidak lain tidak bukan adalah agar kita menjadi saksi tentang pendidikan matematika. Maksudnya jika di sekolah ada praktik – praktik pembelajaran matematika yang tidak sesuai dengan hakikat matematika, maka disitulah kita dapat berperan sebagai saksi yaitu dengan menyumbangkan pemikiran kritis kita yang kita dapatkan melalui pembelajaran filsafat pendidikan matematika di sekolah. Memang tidaklah mudah untuk menjadi seorang saksi tentang pendidikan matematika. Tetapi jika kita bersungguh-sungguh dalam belajar filsafat pendidikan matematika, tentu kita akan bisa menjadi saksi seperti apa yang kita harapkan.

Yang paling berbahaya dalam belajar filsafat pendidikan matematika di sekolah adalah ketika kita tidak ikhlas dan tidak sungguh-sungguh dalam belajar filsafat pendidikan matematika. Kita mempelajari filsafat pendidikan matematika hanya untuk mengejar nilai semata, tanpa mengerti maksud & tujuan dari filsafat pendidikan matematika itu sendiri. Itulah sebenar-benarnya jebakan dalam belajar filsafat. Untuk menghindari jebakan dalam belajar filsafat pendidikan matematika, maka mulailah berbuat ikhlas dan sungguh-sungguh dari hal sekecil mungkin dalam segala aspek kehidupan.

Sebagai akhir, saya akan memohon maaf jikalau banyak terdapat kesalahan baik kata maupun pendapat. Saya pun akan meminta maaf atas arogansi filsafatku. Kenapa aku selalu menyebut nama para filusuf secara langsung tanpa ada gelar yang mengikuti. Misalnya pendapat Aristoteles, pemikiran Plato, Descartes, Hegel, Rusell, dst.. Tetapi kenapa pula saya merasa tidak sopan ketika saya menyebut nama Rektor Universitas Negeri Yogyakarta tanpa sapaan. Padahal para filusuf dan Rektor sama-sama orang yang aku hormati. Itu yang menjadi masalah yang harus aku pikirkan.

Terimakasih, terimakasih, dan terimakasih atas segala ilmu yang telah Bapak Marsigit berikan di perkuliahan filsafat pendidikan matematika. Semoga akan bermanfaat bagi kita kelak. Amien.

Kembangkan selalu pikiran kritis siswa, bangun pikiran kritis itu dengan belajar filsafat pendidikan matematika di sekolah.

Teruslah Berkarya Selagi Kau Masih Muda!!!!

Rabu, 25 Mei 2011

Penjelajahan Dunia Filsafat Secara Intensif & Ekstensif

Pengertian filsafat merentang pada dimensinya. Ada empat tataran yang mendefinisikan filsafat sesuai dengan dimensinya. Pertama adalah tataran spiritual. Pada tataran spiritual, filsafat adalah rakhmat dan karunia Tuhan. Kedua adalah tataran filsafat atau tataran normatif. Pada tataran normatif filsafat adalah sumber-sumber ilmu , macam-macam ilmu dan pembenaran ilmu. Maka pada tataran ini filsafat adalah pikiran para filusuf meliputi metode berpikir dan pembenarannya. Pada tataran ini pula, filsafat tidak lain tidak bukan adalah epistemologi itu sendiri. Ketiga adalah tataran formal. Pada tataran formal filsafat merupakan berbagai macam ilmu pengetahuan yang meliputi ilmu – ilmu bidang. Keempat adalah tataran material, yang menjelaskan bahwa filsafat akan menghasilkan suatu karya berupa ilmu pengetahuan beserta dampak-dampaknya.
Untuk menyelami filsafat secara lebih dalam (intensif) dan lebih luas (ekstensif), perlu melakukan suatu perjalanan imajiner. Melakukan suatu perjalanan filsafat imajiner layaknya kita mengadakan rekreasi ke suatu tempat wisata.  Banyak hal menarik di sana yang masih belum kita ketahui dan harus kita ketahui setelah kita melakukan perjalanan. Sekalipun setelah perjalanan dilakukan kita masih belum tahu, itulah sebenar benarnya keterbatasan pikiran kita. Ketika perjalanan filsafat imajiner dilakukan, kita harus berpikir intensif yakni berpikir sedalam-dalamnya dan berpikir ekstensif yakni berpikir seluas-luasnya untuk masuk dan mendalami dunia filsafat yang sesungguhnya selama dalam koridor ruang dan waktu. Dunia filsafat di sini adalah dunia para filusuf. Perjalanan ini hanya ada dalam angan pikiran kita karena sebenar-benarnya dari perjalanan ini adalah imajiner.

Filsafat merupakan ilmu yang mempunyai semua aturan. Begitu kompleksnya dunia filsafat yang terbebas dari intuisi ruang dan waktu. Kita mampu mentransformasikan dunia yang satu ke dunia yang lain, dalam Ruang dan Waktu. Dunia yang satu di sini adalah pikiran kita, sedangkan dunia yang lain di sini adalah dunia nyata. Kita dapat menuangkan segala hal yang ada dalam pikiran kita ke dunia yang nyata , dunia yang sebenarnya.
Dalam dunia filsafat kita mengenal siapa orang yang paling seksi, siapakah orang paling bodoh, siapakah orang paling pandai, dan siapakah orang yang paling berbahaya dalam hidup kita. Dalam forum tanya jawab perkuliahan disebutkan  bahwa orang yang paling seksi adalah orang yang paling mempunyai perhatian, orang yang mempunyai kekuasaan. Menurut Bapak Marsigit, dalam dunia politik, orang paling seksi di dunia ini adalah Presiden BARACK OBAMA. Beliau mempunyai kekuasaan untuk memimpin negaranya. Itulah letak dari keseksiannya.
Untuk orang yang paling bodoh adalah orang yang sudah merasa jelas. Mereka merasa dirinya sudah mengerti akan segala sesuatu dengan jelas sehingga tak perlu mendengarkan kembali penjelasan dari orang lain. Itulah orang yang sombong, padahal sesungguhnya tak ada yang bisa disombongkan dari diri seorang manusia biasa, karena kita mempunyai keterbatasan. Ada orang yang paling bodoh tentu juga ada orang yang paling pandai. Orang yang paling pandai adalah kebalikan dari orang yang paling bodoh. Karena orang yang paling pandai adalah bukanlah diriku. Orang pandai akan tetap selalu merendah, tidak akan menyombongkan dirinya melalui kepandaiannya. Mereka merasa bahwa bukan dirinya yang paling pandai, masih ada orang yang lebih pandai dari dirinya. Mereka berprinsip, diatas langit masih ada langit.
Sedangkan orang yang paling berbahaya tidak lain tidak bukan adalah diriku sendiri. Bagaimana kita bisa menjaga orang lain jika kita tak mampu menjaga dirinya sendiri. Ketika aku tak mampu menjaga diriku sendiri maka aku tak dapat mengendalikan diriku akan penyakit hatiku. Aku akan selalu merasa diriku yang paling benar, pendapatku lah yang benar, aku akan sombong dengan kemampuanku yang sebenarnya terbatas, aku akan memainkan hidupku semau sendiri tanpa peduli dengan orang lain. Disitulah letak bahayanya, karena selain aku merugikan diriku sendiri, secara tak langsung pun kita akan merugikan orang lain.

Tetapi untuk melihat siapa yang paling seksi, siapa yang paling bodoh, siapa yang paling pandai, dan siapakah yang paling berbahaya di dunia ini tetap tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Setiap individu punya pendapat masing-masing terkait siapa orang yang paling seksi, siapa orang yang paling bodoh, siapa orang yang paling pandai, dan siapa orang yang paling berbahaya di dunia ini. Tidak ada yang salah dan benar dalam filsafat, tergantung bagaimana kita mampu menjelaskannya.
Memaknai hidup memang sulit adanya. Jika dipandang dari segi filsafat ternyata hidupku itu adalah suatu reduksi. Reduksi di sini mengandung makna penyederhanaan. Penyederhanaan dilakukan guna kehidupan yang lebih baik. Menyederhanakan berarti seperti menyaring. Menyaring hal hal yang baik untuk diri ini dan hal hal yang tidak baik bahkan merugikan diri ini. Hal yang baik dapat terus kita lakukan bahkan kalau bisa dikembangkan. Sedangkan hal yang tidak baik bisa kita tinggalkan. Itulah pentingnya hidupku adalah reduksi. Tanpa reduksi hidup ini tak akan teratur karena kita bisa memainkan hidup ini sesuka hati tanpa ada filter yang akan mengontrol segala tidak tanduk kita.
Tidak ada manusia yang sempurna. Manusia melakukan kesalahan karena sifat ksombongannya. Begitu pula dalam filsafat. Aku meminta maaf karena arogansi filsafatku yang kurang santun memanggil nama-nama para Filsuf. Aku hanya memanggilnya sebagai menurut Plato, atau pendapat Aristoteles, atau bantahan Rene Descartes, atau menurut David Hume atau Teori Immanuel Kant, begitu saja tanpa ada gelar yang mengikuti namanya. Aku pun meminta maaf atas kelancangan filsafatku terhadap subyek penguasaku. Aku Selalu berani mengatakan benar sebagai benar dan salah sebagai salah di hadapanmu, sementara aku mengetahui bahwa jika aku melakukan hal demikian maka dirimu tidak merasa nyaman. Karena kesombongan filsafatku juga, aku mau memohon maaf. Aku menyadari bahwa jikalau dikarenakan oleh filsafatku engkau merasa kurang nyaman, maka aku kemudian juga menyadari bahwa ternyata aku belum berfilsafat. Dan yang terakhir aku akan memohon maaf karena kemarahan filsafatku. Filsafatku marah menyaksikan dirimu yang selalu berfilsafat di depan diriku; padahal aku menyaksikan dirimu berfilsafat dengan sombong di depan diriku.  Salah satu bentuk kesombongan dirimu adalah engkau mengklaim yang parsial sebagai komprehensif, yang relatif sebagai absolut, yang pilihan sebagai kewajiban. Kesombongan yang lain dari dirimu adalah bahwa engkau mengakui pikiran orang lain sebagai hasil karya pikiranmu sendiri.  Maka dengan ini Filsafatku menyatakan kemarahannya kepadamu. Aku marah karena kesombongan berfilsafatmu akan menyebabkan engkau menjadi tidak sedang berfilsafat.
Permasalahan & Filsafat
Masyarakat Jawa erat hubungannya dengan budaya atau tradisi jawa. Budaya Jawa yang kita kenal, misalnya mitoni, mapati, tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari dll. Sebagian besar masyarakat Jawa mempercayai adanya budaya tersebut dan melakukan budaya itu guna kehidupan yang lebih baik. Karena masyarakat Jawa percaya budaya jawa seperti mitoni, mapati, tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari akan membawa berkah dalam hidup dan kehidupannya. Di satu sisi budaya jawa akan membawa kebaikan bagi masyarakat Jawa, tetapi disisi lain ada beberapa ahli agama yang menentang adanya budaya Jawa seperti mitoni, mapati, tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari karena para ahli agama menganggap itu sebagai suatu bid’ah.
Secara filsafat,budaya jawa seperti mitoni, mapati, tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari merupakan suatu tradisi. Sebagai manusia kita tidak boleh mengabaikan suatu tradisi. Karena tradisi adalah kebiasaan dan kebiasaan adalah separuh hidupku. Jadi jika aku mengabaikan budaya jawa sama halnya aku mengabaikan separuh hidupku. Tradisi mitoni, mapati, tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari boleh kita laksanakan asalkan kita percaya hal itu akan membawa kebaikan, dan jangan dilakukan jika itu hanya akan membawa keburukan. Boleh tidaknya budaya jawa dilaksanakan tergantung bagaimana kita mempercayainya dan dari sudut mana kita memandangnya. Tidak ada yang benar dan salah dalam filsafat, semua terlihat dari mana kita mampu untuk menjelaskannya.

Sebagian pengetahuan adalah mitos dan
Mitos berjalan sesuai dengan dimensinya

Sekian, Mohon maaf & Terimakasih !

Selasa, 10 Mei 2011

Dari Sebuah Pertanyaan Menjadi Karangan Filsafat


            Filsafat sangatlah melekat dengan hidup dan kehidupan kita. Dengan pendekatan filsafat kita bisa memahami ilmu. Yang menjadi permasalahan seberapa besar filsafat mempengaruhi ilmu yang kita pelajari? Untuk menjawabnya lihat ilustrasi melalui 3 pilar filsafat berikut ini :
Filsafat mempunyai 3 pilar utama yakni ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiganya saling terkait satu sama lain. 

Kaitan ontologi dengan ontologi sendiri adalah untuk mengetahui apa itu hakikat, karena sebenarnya diri saya tidak tahu apa itu hakikat. Perlu diketahui sebenar-benarnya hakikat adalah Sang Pencipta. Ontologi secara epistimologi adalah berusaha untuk menggapai hakikat. Hakikat dari epistimologi yaitu cara / metode. Berusaha secara onto untuk mengungkapkan kebenaran dari suatu metode. Sedangkan ontologi secara aksiologi adalah hakikat baik & buruk. Hakikat baik & buruk setiap orang pastilah berbeda, hakikat baik & buruk detik sekarang pun akan berbeda dengan hakikat baik & buruk detik berikutnya. Semua tergantung siapa orang yang berpendapat dan bagaimana hakikatnya. Karena segala sesuatu mempunyai dimensi tersendiri dan merentang, termasuk merentang waktu. Contohnya adalah filsafat tarekat yaitu metode untuk menggapai hakikat hati dan pikiran. 

Epistimologi secara ontologi adalah menggapai suatu hakikat. Epistimologi secara epistimologi adalah menggapai suatu kebenaran metode, apakah benar atau salah. Epistimologi secara aksiologi adalah bagaimana metode mengungkap suatu kebaikan dan keburukan. Aksiologi secara ontologi adalah tentang baik buruk suatu hakikat, tata etik, dan estetika orang berfilsafat. Aksiologi secara epistimologi adalah menggapai etikanya suatu cara dan menggapai etik & estetikanya suatu metode. Aksiologi secara aksiologi adalah tentang baik buruk, baik buruknya tentang baik buruk. Menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik. Contohnya masalah ritual jawa seperti resepsi pernikahan. Contoh lain orang jawa suka dengan simbol yang tersembunyi ( tebu = antebing kalbu ). 

Sebagai contoh dari keseluruhan misalnya pernikahan,
Jika dilihat secara ontologi, ontologinya pernikahan adalah akad nikah. Di sini akan menjelaskan tentang adanya suatu akad nikah. Apa akad nikah itu? Mengapa akad nikah perlu diselenggarakan? Bagaimana pelaksanaan akad nikah itu? Di mana biasanya akad nikah dilaksanakan? dst….. Secara epistimologi, adat pernikahan tiap-tiap daerah adalah berbeda. Adat pernikahan daerah Jawa akan berbeda dengan adat pernikahan daerah Sumatra misalnya. Adat pernikahan daerah Sumatra akan berbeda pula dengan adat pernikahan daerah Bali. Hal ini karena setiap daerah memiliki latar budaya yang berbeda-beda. Epistimologi pernikahan di sini berperan untuk menghubungkan ontologi pernikahan dengan aksiologi pernikahan. Ibarat kata epistimologi adalah jembatan yang menjembatani ontologi & aksiologi. Sedangkan jika dilihat secara aksiologi, aksiologinya pernikahan adalah etik & estetikanya suatu pernikahan. Aksiologi di sini akan menjelaskan tentang sifat yang melekat pada adanya. 

Filsafat selain mempengaruhi suatu ilmu pengetahuan juga mampu melahirkan suatu ide. Menurut filsafat barat, sebenar-benar filsafat adalah pola pikir. Ketika kita bermimpi, kita akan bermimpi dalam mimpi. Karena keterbatasan yang ada, kita akan bermimpi dalam mimpi dalam mimpi dalam mimpi dalam mimpi………………………………………………….. Itulah infinite regress kita yak tak terbatas adanya. Secara aksiologi, saya akan menyampaikan mimpiku kepada orang lain. Secara epistimologi saya akan menuruti metode-metode yang sudah digariskan oleh guru spiritual. Sedangkan secara ontologi, saya akan memikirkan tentang adanya mimpi yang aku alami. 

Hati dan pikiran adalah dua hal yang saling terkait satu sama lain. Sesuatu yang terjadi dalam hidup kita sebagian besar dipengaruhi oleh hati dan pikiran kita. Ketika hati dan pikiran didominasi sesuatu keinginan, kita akan semakin fokus pada hal tersebut. Hal ini melahirkan energi dan motivasi yang kuat mengarahkan kita menjadi apa yang kita pikirkan. Banyak orang kurang menyadari kemampuannya memahami bagaimana proses berpikir dan mengendalikan hati dan pikirannya. Akibatnya mereka menjadi budak atau hamba dari hati dan pikirannya. Bukannya memimpin hati dan pikirannya, malahan seumur hidupnya dikendalikan oleh hati dan pikirannya sendiri. Maka kalau ingin menjadi pemenang, mulailah mengubah keyakinan keberhasilan, kesuksesan, disebabkan faktor dari dalam diri kita. Yang menciptakan itu semua adalah hati dan pikiran kita. 

Batas pikiran ku ada di hatiku karena pikiran ku tak mampu menjelaskan yang ada dan yang mungkin ada. Dari tindakan yang aku lakukan akan aku tuangkan dalam wujud sebuah tulisan. Dari tulisan ini akan aku masukan dalam pikiran ku. Karena keterbatasan pikiran ku yang tak mampu menampung semua yang aku pikirkan, maka aku pasrah dengan doaku. Aku yakin doaku ini mampu menjelaskan semuanya, karena doa tak memiliki keterbatasan. Pikiran kita hendaknya berani memikirkan suatu mitos yang ada, baik mitos secara sempit, luas, dangkal, dalam, primitif, maupun profesional. Banyak pendapat tentang apa mitos itu sebenarnya. Berbagai macam cara kita mendefinisikan suatu mitos. Belum tentu mitos itu tidak baik. Yang diketahui bagi orang kecil, mitos hanyalah berlaku bagi orang desa. Secara ontologi kita mampu menggapai hakikat suatu mitos. Secara epistimologi menjelaskan bagaimana kita mampu mengungkapkan suatu mitos kepada orang lain. Dan secara aksiologi adalah kita mampu menjelaskan tentang etik & estetikanya suatu mitos. 

Filsafat memang sangat menarik untuk dipelajari. Kita bisa mengembangkan kreativitas yang kita miliki dengan bebas berpendapat. Berpendapat dalam filsafat tidak akan pernah salah, karena dalam berfilsafat tidak mengenal benar ataupun salah, semua tergantung bagaimana kita mampu menjelaskan pendapat yang kita kemukakan. Menurut salah satu dosen filsafat di Universitas Negeri Yogyakarta, Dr. Marsigit , beliau tertarik belajar filsafat karena pada dasarnya beliau senang berdiskusi. Dengan berfilsafat beliau mampu berfikir kritis dalam setiap tindakannya. Dua hal tersebut di atas yang mendorong Dr Marsigit tertarik untuk menyelami filsafat secara lebih dalam dan luas lagi. 

Matematika yang dipandang sebagai ilmu pasti, ternyata jika dilihat dari segi filsafat akan bersifat tidak netral. Maksudnya matematika harus dilekatkan dengan ruang dan waktu. Yang kita ketahui 2 + 3 = 5 memang benar adanya. Hal ini benar karena matematika belum dilekatkan dengan ruang & waktu. Jika sudah dilekatkan dengan ruang & waktu 2 + 3 tidak sama dengan 5. Disitulah filsafat yang mempunyai peran besar, termasuk dalam belajar matematika. Perlu diketahui, dalam mempelajari filsafat kita harus mengaitkan antara tesis, antitesis, dan sintesis. Karena tidak lain tidak bukan tesis, antitesis, dan sintesis adalah hidupku sendiri. Misalnya saja untuk menyebut nama ALLOH. Bahasa yang paling tepat untuk menyebut nama ALLOH adalah tergantung dari masing-masing agama. Jika kita bisa menyebut nama ALLOH dan diterima maka sesungguhnya kita akan masuk dalam kapsul ALLOH..Subhanalloh……

Di suatu sekolah RSBI ada yang menggunakan tema hantu sebagai latar suasana dalam pembelajaran. Jika dipandang dari segi filsafat, tema hantu yang dipilih tidak ada salahnya karena kita bebas berekspresi. Jika dengan tema hantu itu kita pandang dapat memberikan suasana baru dan memberikan semangat belajar ke dalam diri siswa, mengapa tidak diterapkan? Tetapi sebaliknya jika itu hanya akan menurunkan semangat siswa dalam belajar, lebih baik tidak diterapkan. Misalnya ada yang berpendapat tidak setuju dengan tema hantu di sekolah RSBI, karena jika wadahnya sudah hantu, bagaimana dengan isinya. Menurutnya akan menjadi musibah saja. Tentu pendapat yang disampaikan tidak salah. Bisa juga orang lain berpendapat setuju dengan adanya tema hantu, dan itupun tidak salah. Kita harus menjaga hati kita masing-masing. Tidak ada yang tahu hati orang lain, karena untuk memikirkan hatiku saja aku tak mampu, bagaimana bisa aku mampu memikirkan semuanya. Ketika aku tak mampu tuk memikirkannya, maka aku tak mampu pula tuk menuliskannya. 

Dalam melakukan perjalanan imajiner kita dapat menuliskan apa apa yang kita bayangkan, karena tidaklah satu detik pun di kehidupan kita, kita terbebas dari imajiner. Berpikir diawali dengan sadar. Kesadaran pasti diikuti dengan tentang, tentang hal apa. Artinya ketika kita berkhayal tingkat tinggi kita bisa berpikir sadar ke dalam dan berpikir sadar ke luar. Dengan melakukan refleksi diri dan berfilsafat kita mampu berpikir sadar ke dalam, dan dengan berkhayal (tidak logis) kita mampu berpikir sadar ke luar. Berfilsafat memerlukan logika, sedang logika mempunyai dasar atau foundament. Berkhayal tidak perlu membutuhkan logika, karena semakin kita berkhayal maka kita bisa dikatakan gila. Ketika wadahnya sudah rusak maka akan tidak sesuai dengan ruang dan waktu. 

Selama ini aku berpikir bahwa filsafat adalah melalui bahasa. Dengan ini diriku tidak lain tidak bukan adalah bahasa. Bahasa selalu dihubungkan dengan subyek dan predikat. Berarti jika diriku ini adalah bahasa maka diriku juga akan selalu dihubungkan dengan subyek dan predikat. Misalnya kita mempunyai A & B. Ada dua kemungkinan yang mungkin terjadi, yakni : A adalah B & A adalah A. Jika A adalah B maka itulah yang disebut hukum kontradiksi , sedangkan jika A adalah A maka itulah yang disebut hukum identitas. Matematika murni dipandang sebagai hukum identitas karena dalam matematika murni tidaklah menghendaki adanya kontradiksi, tetapi menghendaki adanya suatu konsistensi. 

Bahasa yang digunakan dalam berfilsafat sangatlah tinggi, bahasa yang digunakan adalah bahasa analog. Untuk mengatasi tingkatan bahasa yang terlalu tinggi itu, maka digunakanlah common sense dalam berfilsafat. Karena keterbatasan kita sebagai manusia biasa, sampai saat ini, sampai detik ini pun kita tak mampu mendefinisikan “ adalah “. Adalah adalah ………..

Roda kehidupan teruslah berputar, terkadang kita mencapai kebahagiaan, tetapi terkadang pula kita menemui kesedihan. Bahagia dalam tindakanku, bahagia dalam tulisanku, bahagia dalam pikiran ku, dan bahagia dalam doaku. Bahagia juga tergantung dengan ruang dan waktu. Secara ontologi kita akan menggapai apa hakikat bahagia. Secara epistimologi kita akan mencari tahu, bagaimana kita memperoleh bahagia. Dan secara aksiologi kita akan menjelaskan bagaimana kita mampu mengutarakan bahagia kepada orang lain. 

Sebagai akhir, saya akan memohon maaf jikalau banyak terdapat kesalahan baik kata maupun pendapat. Sebenar-benarnya itulah hanya pendapat diri saya yang menurut saya benar, tetapi belum tentu menurut orang lain juga benar. Sekali lagi saya tekankan, kita bisa berpendapat,  kita bebas berekspresi sebebas mungkin di filsafat, karena dalam filsafat tidak mengenal kata salah maupun benar, tidak ada pendapat yang salah ataupun pendapat yang benar, itu semua tergantung bagaimana diri kita mampu untuk menjelaskannya. Tak ada manusia yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik ALLOH SWT.

Sintetiskan hati & pikiranmu melalui doa dan berbuat ikhlas !!!!!

 …..Terimakasih …..

Selasa, 03 Mei 2011

Serba – Serbi Filsafat

           Filsafat merupakan studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Fenomena yang ada dalam filsafat bisa berubah, bisa tetap dan bisa juga keduanya. Fenomena yang tetap mengikuti tokoh filsafat yaitu Permenides sedangkan fenomena yang berubah mengikuti tokoh filsafat Herakleitos.

Setiap orang bisa berpendapat tanpa terkecuali, karena dalam filsafat tidak ada pendapat salah ataupun benar, semua tergantung bagaimana kita bisa menjelaskannya. Misalnya dalam elegi Bapak Marsigit yang berjudul “Orang Paling Seksi Di Dunia” setiap orang bebas mendeskripsikan siapakah orang yang paling seksi di dunia ini. Pandangan antara orang satu dengan yang lainnya pastilah berbeda. Menurut Bapak Marsigit, orang yang paling seksi adalah orang yang paling mempunyai perhatian, jika dikaitkan dalam bidang politik adalah orang yang mempunyai kekuasaan seperti Presiden OBAMA. Tetapi itu menurut Bapak Marsigit, belum tentu menurut yang lain juga sama pendapatnya. Siapakah orang paling seksi di dunai ini adalah tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

Dalam filsafat kita mengenal istilah “ comment surable “ yang artinya mengukur dengan ukuran yang sama atau adil. Maksudnya kita melihat situasi dan kondisi yang ada pada diri kita sebelum bertindak. Jangan melihat diri orang lain karena sesunggguhnya kita berbeda dengan orang lain. Contoh comment surable :
a.     Dalam matematika kita menerapkan adanya skala ukur. Untuk menggambar segitiga siku-siku yang diketahui kedua sisi selain sisi miringnya, kita dapat menentukan panjang kedua sisi tersebut dalam bilangan bulat, tetapi kita belum dapat menentukan apakah panjang siis miringnya dapat dinyatakan dalam bilangan bulat juga. Tergantung situasi dan kondisi dari panjang kedua sisi lain selain sisi miring.
b.      Antara pegawai yang satu dengan yang lain tentu mempunyai gaji atau penghasilan yang berbeda. Jika seseorang dengan gaji yang besar bisa membeli mobil misalnya, orang yang gajinya lebih kecil belum tentu bisa membeli mobil juga.
c.       Semakin bertambah usia tentu semakin banyak pula pengalaman yang kita dapatkan. Seseorang yang berumur 7 tahun tentu memiliki pengalaman hidup lebih sedikit dibandingkan dengan seseorang yang berumur 20 tahun. Jika yang berumur 7 tahun sudah memikirkan selayaknya orang yang berumur 20 tahun, itu dikatakan tidak comment surable atau in comment surable.

Sebagai seorang yang sedang belajar filsafat tentu kita tidak asing lagi dengan salah satu tokoh matematika yaitu HILBERT. Hilbert adalah bapak matematika non euclides dengan aliran yang dibawa adalah hilbertianism.  Banyak cabang matematika yang ditekuni oleh Hilbert, dimana masing-masing mampu menunjukkan kualitasnya sehingga sangat sulit menyebutkan sumbangsih Hilbert secara spesifik. Hilbert telah membangun sistem matematika normal sehingga terlahir struktur matematika. Selain itu Hilbert juga telah membangun matematika modern sehingga terlahir teori invarian, bidang-bidang bilangan aljabarik, analisis fungsional, persamaan-persamaan integral, fisika matematikal dan variasi-variasi kalkulus. Itulah sesungguhnya pengaruh Hilbert terhadap matematika Indonesia yang tentu sudah memberikan banyak kontribusi berarti.

Ontologi, aksiologi, dan epistimologi adalah landasan yang digunakan dalam filsafat. Landasan filsafat dianggap perlu adanya untuk mencapai tujuan filsafat yaitu membangun dunia dan mengetahui kualitas secara bertingkat-tingkat. Belum tentu yang berada pada kualitas 1 itu yang paling baik, karena nomor urutan tidak mempengaruhi kualitasnya, semua itu hanyalah metafisik. Misalnya dalam diri manusia, kualitas 1 adalah wajah, kualitas 2 adalah perasaan , cita-cita, kualitas 3, 4 ,5, dst bisa kita mendeskripsikan sendiri karena kita terbebas oleh ruang dan waktu.

Di suatu sekolah RSBI ada yang menggunakan tema hantu sebagai latar suasana dalam pembelajaran. Jika dipandang dari segi filsafat, tema hantu yang dipilih tidak ada salahnya karena kita bebas berekspresi. Jika dengan tema hantu itu kita pandang dapat memberikan suasana baru dan memberikan semangat belajar ke dalam diri siswa, mengapa tidak diterapakan? Tetapi sebaliknya jika itu hanya akan menurunkan semangat siswa dalam belajar, lebih baik tidak diterapkan. Misalnya ada yang berpendapat tidak setuju dengan tema hantu di sekolah RSBI, karena jika wadahnya sudah hantu, bagaimana dengan isinya. Menurutnya akan menjadi musibah saja. Tentu pendapat yang disampaikan tidak salah. Bisa juga orang lain berpendapat setuju dengan adanya tema hantu, dan itupun tidak salah. Karena sesungguhnya tidak ada pendapat salah ataupun benar  dalam filsafat, semua itu tergantung pada level apa kita memikirkannya.

Dalam belajar filsafat kita harus mengetahui kedudukan filsafat. Kedudukan filsafat meliputi objek filsafat. Ruang lingkup dari objek filsafat mencakup yang ada dan yang mungkin ada. Ada 2 macam objek filsafat yaitu objek formal dan objek material. Objek formal disini digambarkan sebagai suatu wadah dan objek materialnya adalah isi yang ada dalam wadah tersebut. Jika kita mempunyai suatu wadah yang tak kosong sudah barang tentu ada isi di dalamnya. Jadi bisa dikatakan ada objek formal pasti ada objek material dan jika tidak ada objek formal pasti tidak ada pula objek material. Karena objek material tidak bisa berdiri sendiri, tak mungkin ada isi yang tak ada wadahnya. Dalam filsafat pendidikan matematika, filsafat inilah yang berperan sebagai wadahnya dan pendidikan matematika yang berperan sebagai isinya. Keduanya saling terkait satu sama lain. Disisi lain ada juga yang berperan sebagai objek formal sekaligus objek material. Misalnya kita mempunyai botol berisi air yang berada dalam suatu ruangan. Botol di sini berperan ganda, yakni sebagai objek formal sekaligus sebagai objek material. Sebagai objek formal botol merupakan wadah yang menampung air sedangkan sebagai objek material botol merupakan isi dari suatu ruangan. Berarti ada 3 kemungkinan dalam objek filsafat :
·         Berperan sebagai objek formal saja
·         Berperan sebagai objek material saja
·         Berperan sebagai objek formal sekaligus objek material

Untuk belajar filsafat kita dituntut untuk berpikir sedalam-dalamnya (berpikir intensif) dan berpikir seluas-luasnya (berpikir ekstensif). Yang menjadi permasalahan adalah apakah kita masih bebas untuk berpikir jika ada referensi ? Kita hidup ada teori , kita hidup ada praktik. Kedua hal tersebut yang selalu melekat dalam hidup kita dan berjalan saling beriringan. Dalam teori kita mengenal referensi dan dalam referensi kita mengenal tesis dan anti tesis.  Dalam praktiknya kita akan berpikir dan terus berpikir baik menggunakan referensi ataupun tidak. Referensi memang perlu, karena suatu saat kita pasti membutuhkannnya. Seyogyanya kita masih bebas berpikir meskipun ada referensi, referensi ada bukan untuk megikat pikiran kita, akan tetapi referensi ada sebagai bumbu yang akan melengkapi pemikiran – pemikiran kita.

Ruang lingkup filsafat adalah meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Kita sebagai manusia berwujud ada, ada manusia. Itu berarti manusia juga merupakan suatu filsafat. Banyak sekali cakupan dalam filsafat sehingga banyak juga aplikasi yang dapat kita peroleh dari belajar filsafat. Untuk mengetahui apa saja aplikasi yang dapat kita peroleh setelah belajar filsafat, gunakan metode hermenitika yakni menerjemahkan dan diterjemahkan.

Pendidikan di Indonesia akan semakin maju jika para generasi penerusnya mampu mengaplikasikan segala ilmu yang telah diperolehnya sehingga mereka menjadi generasi yang cerdas, cerdas intelektulal, cerdas dalam berpikir. Tetapi itu saja masih belum cukup, selain cerdas dalam berpikir mereka dituntuk pula untuk cerdas dalam berakhak. Salah satu cara untuk mewujudkan itu semua adalah dengan pemberian pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan karakter sangat bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia karena dengan ini karakter peserta didik dapat terbentuk. Dengan karakter yang sudah terbentuk mereka mampu memilah dan memilih mana saja hal baik yang harus dilaksanakan dan hal buruk mana yang harus ditinggalkan. Kecerdasan dalam berpikir yang disatukan kecerdasan moral akan membawa pendidikan Indonesia menuju kemajuan.

Saat ini pendidikan di Indonesia sedang dilanda masalah Ujian Nasional atau yang biasa kita kenal dengan UN. UN sebagai penentu kelulusan siswa dirasa kurang konsisten, karena setiap tahunnya diterapkan suatu standar kelulusan yang berbeda-beda. Banyak kecurangan yang terjadi saat UN, misalnya banyak guru yang ikut membantu kelulusan anak didiknya dengan membantu memberikan jawaban. Banyak juga orang yang mencari lahan profesi saat UN, maksudnya misal ada orang yang membocorkan kunci jawaban UN. Dia menjual kunci jawaban UN dengan harga setinggi mungkin. Ada pula yang menyuruh orang untuk mengerjakan soal UN, jawabannya nanti akan disebarluaskan. Orang yang telah mengerjakan soal UN akan diberi bayaran sesuai dengan perjanjian antara kedua belah pihak. Disitulah sisi negatif dari UN. Yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana dampak psikologis anak yang mengikut Ujian Nasional? Bukan bagaimana cara meluluskan anak didik kita? Bagaimana karakter bangsa ini akan terbentuk jika yang tua sudah mengajari hal negatif seperti itu. Seharusnya UN mempunyai nilai strategis kesatuan bangsa. Semoga harapan ini akan manjadi kenyataan kedepannya.

Meskipun itu semua hanya sebuah harapkan, suatu saat waktu akan menjawab kapan harapan yang kita pikirkan akan berubah menjadi suatu kenyataan. Karena sesungguhnya dalam filsafat, kemungkinan apa yang kita pikirkan akan menjadi suatu kenyataan. Orang yang memikirkannya harus terang dalam pikirmya. Terang di sini mengandung maksud mengetahui ontologi berpikir yaitu dalam mengambil keputusan.  Terang dalam pikiran diekstensikan terang dalam hati dan terang dalam material. Ketika kita mengatakan sudah terang dalam pikiran kita, sebenarnya kita sedang mengalami kegelapan di sana. Teruslah berharap, sembari berharap lakukan hal nyata yang mendorong harapan itu tercapai. Manusia mampu berusaha, Alloh yang menentukan. Biarlah waktu yang kan menjawabnya.

Dalam filsafat kita akan melakukan suatu perjalanan imajiner. Melakukan suatu perjalanan filsafat imajiner layaknya kita mengadakan rekreasi ke suatu tempat wisata. Banyak hal menarik di sana yang masih belum kita ketahui dan harus kita ketahui setelah kita melakukan perjalanan . Sekalipun setelah perjalanan dilakukan kita masih belum tahu, itulah sebenar benarnya keterbatasan pikiran kita. Ketika perjalanan filsafat imajiner dilakukan, kita harus berpikir intensif yakni berpikir sedalam-dalamnya dan berpikir ekstensif yakni berpikir seluas-luasnya untuk masuk dan mendalami dunia filsafat yang sesungguhnya selama dalam koridor ruang dan waktu. Dunia filsafat di sini adalah dunia para filusuf. Perjalanan ini hanya ada dalam angan pikiran kita karena sebenar-benar dari perjalanan ini adalah imajiner. Dalam melakukan perjalanan imajiner kita dapat menuliskan apa apa yang kita bayangkan, karena tidaklah satu detik pun di kehidupan kita, kita terbebas dari imajiner.

Yang ada dan yang mungkin ada adalah objek dari filsafat. Antara keduanya jelas saling terkait. Yang selalu menjadi pertanyaan, manakah yang lebih dahulu muncul, apakah yang ada ataukah yang mungkin ada? Jawabannya : tergantung bagaimana kita memikirkannya dan dari sudut pandang manakah kita melihatnya. Ada berawal dari yang mungkin ada. dari yang mungkin ada bisa menjadi ada jika kita mampu berusaha untuk menjadikan sesuatu yang mungkin ada itu menjadi ada. Itulah hubungan diantara keduanya yang saling terkait satu sama lain. Ada berarti sesuatu yang kita pikirkan memang benar sudah ada dan tidak diragukan lagi keberadaanya. Sedangkan yang mungkin ada masih samar - samar keberadaanya, karena belum tentu yang mungkin ada itu menjadi ada tergantung usaha dari kita.

Sebagai akhir dari serba-serbi filsafat ini, saya akan memohon maaf jikalau banyak terdapat kesalahan baik kata maupun pendapat. Sebenar-benarnya itulah hanya pendapat diri saya yang menurut saya benar, tetapi belum tentu menurut orang lain juga benar. Sekali lagi saya tekankan, kita bisa berpendapat,  kita bebas berekspresi sebebas mungkin di filsafat, karena dalam filsafat tidak mengenal kata salah maupun benar, tidak ada pendapat yang salah ataupun pendapat yang benar, itu semua tergantung bagaimana diri kita mampu untuk menjelaskannya. Tak ada manusia yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik ALLOH SWT.

Terimakasih …

Selamat berkarya !!